Wednesday, June 11, 2008

UUK No 13 Tahun 2003 Pasal 1 s/d 30

UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003
TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.
2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
3. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
4. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang memperkerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
5. Pengusaha adalah :
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri ;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) dan huruf (b) yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
6. Perusahaan adalah :
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang memperkerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan memperkerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
7. Perencanaan Tenaga Kerja adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistimatis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan.
8. Informasi Ketenagakerjaan adalah gabungan, rangkaian dan analisis data yang berbentuk angka yang telah diolah, naskah dan dokumen yang mempunyai arti, nilai dan makna tertentu mengenai ketenagakerjaan.
9. Pelatihan Kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.
10. Kompetensi Kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
11. Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai ketrampilan atau keahlian tertentu.
12. Pelayanan penempatan tenaga kerja adalah kegiatan untuk mempertemukan tenaga kerja dengan pemberi kerja, sehingga tenaga kerja dapat memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya, dan pemberi kerja dapat memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan dengan kebutuhannya.
13. Tenaga kerja asing adalah warga warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia.



14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
15. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerja, upah, dan pemerintah.

16. Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
17. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokrasi, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
18. Lembaga kerja sama bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/buruh yang sudah tercatat di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh.
19. Lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah.
20. Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.
21. Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
22. Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
23. Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan.
24. Penutupan perusahaan (lock out) adalah tindakan pengusaha untuk menolak pekerja buruh seluruhnya atau sebagian untuk menjalankan pekerja.
25. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
26. Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun.
27. Siang hari adalah waktu antara pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00.
28. 1 (satu) hari adalah waktu selama 24 (dua puluh empat) jam.
29. Seminggu adalah waktu selama 7 (tujuh) hari.
30. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerja dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
31. Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.
32. Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
33. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.


BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
Pasal 2

Pembangunan Ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.
Pasal 4
Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :
a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
b. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah ;
c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan;
d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya ;

BAB III
KESEMPATAN DAN PERLAKUAN YANG SAMA
Pasal 5
Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.
Pasal 6
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi pengusaha.

BAB IV
PERENCANAAN TENAGA KERJA DAN INFORMASI KETENAGAKERJAAN
Pasal 7
1. Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, pemerintah menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan tenaga kerja.
2. Perencanaan tenaga kerja meliputi :
a. Perencanaan tenaga kerja makro ; dan
b. Perencanaan tenaga kerja mikro.
3. Dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan, pemerintah harus berpedoman pada perencanaan tenaga kerja sebagaimana pada ayat (1).

Pasal 8
1. Perencanaan tenaga kerja disusun atas dasar informasi ketenagakerjaan yang antara lain meliputi :
a. Penduduk dan tenaga kerja ;
b. Kesempatan kerja ;
c. Pelatihan kerja termasuk kompetensi kerja ;
d. Produktivitas tenaga kerja ;
e. Hubungan industrial ;
f. Kondisi lingkungan ;

g. Pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja; dan
h. Jaminan sosial tenaga kerja.
2. Informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperoleh dari semua pihak yang terkait, baik instansi pemerintah maupun swasta.
3. Ketentuan mengenai tata cara memperoleh informasi ketenagakerjaan dan penyusunan serta pelaksanaan perencanaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V
PELATIHAN KERJA
Pasal 9
Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan.
Pasal 10
1. Pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.
2. Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada standar kompetensi kerja.
3. Pelatihan kerja dapat dilakukan secara berjenjang.
4. Ketentuan mengenai tata cara penetapan standar kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 11
Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja.
Pasal 12
1. Pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi pekerjanya melalui pelatihan kerja.
2. Peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwajibkan bagi pengusaha yang memenuhi persyaratan yang diatur dengan Keputusan Menteri.
3. Setiap pekerja/buruh memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja dengan bidang tugasnya.

Pasal 13
1. Pelatihan kerja diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah dan/atau lembaga pelatihan kerja swasta.
2. Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di tempat pelatihan atau tempat kerja.
3. Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam menyelenggarakan pelatihan kerja dapat bekerja sama dengan swasta.

Pasal 14
1. Lembaga pelatihan kerja swasta dapat berbentuk badan hukum Indonesia atau perorangan.
2. Lembaga pelatihan kerja swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperoleh izin atau mendaftar ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota.
3. Lembaga pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah mendaftarkan kegiatannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota.
4. Ketentuan mengenai tata cara perizinan dan pendaftaran lembaga pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 15

Penyelenggaraan pelatihan kerja wajib memenuhi persyaratan :
a. Tersedianya tenaga kepelatihan ;
b. Adanya kurikulum yang sesuai dengan tingkat pelatihan ;
c. Tersedianya sarana dan prasarana pelatihan kerja; dan
d. Tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan penyelenggaraan pelatihan kerja.

Pasal 16
1. Lembaga pelatihan kerja swasta yang telah memperoleh izin dan lembaga pelatihan yang telah terdaftar dapat memperoleh akreditasi dari lembaga akreditasi.
2. Lembaga akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat independen terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
3. Organisasi dan tata kerja lembaga akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 17
1. Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota dapat menghentikan sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja, apabila di dalam pelaksanaannya ternyata :
a. Tidak sesuai dengan arah pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9; dan/atau
b. Tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
2. Penghentian sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai alasan dan saran perbaikan dan berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
3. Penghentian sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja hanya dikenakan terhadap program pelatihan yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 15.
4. Bagi penyelenggara pelatihan kerja dalam waktu 6 (enam) bulan tidak memenuhi dan melengkapi saran perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi penghentian program pelatihan.
5. Penyelenggara pelatihan kerja yang tidak menaati dan tetap melaksanakan program pelatihan kerja yang telah dihentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan sanksi pencabutan izin dan pembatalan pendaftaran penyelenggaraan pelatihan.
6. Ketentuan mengenai tata cara penghentian sementara, penghentian, pencabutan izin, dan pembatalan pendaftaran diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 18
1. Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintahan, lembaga pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja.
2. Pengakuan kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi kompetensi kerja.
3. Sertifikasi kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat pula diikuti oleh tenaga kerja yang telah berpengalaman.
4. Untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja dibentuk badan nasional sertifikasi profesi yang independen.
5. Pembentukan badan nasional sertifikasi profesi yang independen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 19
Pelatihan kerja bagi tenaga kerja penyandang cacat dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, derajat kecacatan, dan kemampuan tenaga kerja penyandang cacat yang bersangkutan.
Pasal 20
1. Untuk mendukung peningkatan pelatihan kerja dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, dikembangkan satu sistem pelatihan kerja nasional yang merupakan acuan pelaksanaan pelatihan kerja di semua bidang dan/atau sektor.
2. Ketentuan mengenai bentuk, mekanisme, dan kelembagaan sistem pelatihan kerja nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 21
Pelatihan kerja dapat diselenggarakan dengan sistem pemagangan.
Pasal 22
1. Pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian pemagangan antara peserta dengan pengusaha yang dibuat secara tertulis.
2. Perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat ketentuan hak dan kewajiban peserta dan pengusaha serta jangka waktu pemagangan.
3. Pemagangan yang diselenggarakan tidak melalui perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap tidak sah dan status peserta berubah menjadi pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan.

Pasal 23
Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi.
Pasal 24
Pemagangan dapat dilaksakan di perusahaan sendiri atau di tempat penyelenggaraan pelatihan kerja, atau perusahaan lain, baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia.
Pasal 25
1. Pemagangan yang dilakukan di luar wilayah Indonesia wajib mendapat izin dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
2. Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara pemagangan harus berbentuk badan hukum Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Ketentuan mengenai tata cara perizinan pemagangan di luar wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 26
1. Penyelenggaraan pemagangan di luar wilayah Indonesia harus memperhatikan :
a. Harkat dan martabat bangsa Indonesia;
b. Penguasaan kompetensi yang lebih tinggi ; dan
c. Perlindungan dan kesejahteraan peserta pemagangan, termasuk melaksanakan ibadahnya.
2. Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan pelaksanaan pemagangan di luar wilayah Indonesia apabila di dalam pelaksanaannya ternyata tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 27
1. Menteri dapat mewajibkan kepada perusahaan yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan program pemagangan.
2. Dalam menetapkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri harus memperhatikan kepentingan perusahaan, masyarakat, dan negara.

Pasal 28
1. Untuk memberikan saran dan pertimbangan dalam penetapan kebijakan serta melakukan koordinasi pelatihan kerja dan pemagangan dibentuk lembaga koordinasi pelatihan kerja nasional.
2. Pembentukan, keanggotaan, dan tata kerja lembaga koordinasi pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Keputusan Presiden.

Pasal 29

1. Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pembinaan pelatihan kerja dan pemagangan.
2. Pembinaan pelatihan kerja dan pemagangan ditujukan ke arah peningkatan relevansi, kualitas dan efisiensi penyelenggaraan pelatihan kerja produktivitas.
3. Peningkatan produktivitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan melalui pengembangan budaya produktif, etos kerja, teknologi, dan efisiensi kegiatan ekonomi, terwujudnya produktivitas nasional.

Pasal 30
1. Untuk meningkatkan produktivitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) dibentuk lembaga produktivitas lembaga produktivitas yang bersifat nasional.
2. Lembaga produktivitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk jejaring kelembagaan pelayanan peningkatan produktivitas, yang bersifat lintas sektor maupun daerah.
3. Pembentukan, keanggotaan, dan tata kerja lembaga produktivitas nasional sebagaimana pada ayat (1), diatur dengan Keputusan Presiden.

1 comment:

Unknown said...

I read few articles on this site and I think that your web blog is real interesting and Power to the People of excellent information.
tank's
Cara alami Menyembuhkan kutil di kemaluan / kondiloma manjur